Sebelum memutuskan melakukan
budidaya Jamur Tiram tentunya kita harus memikirkan mengenai sarana prasarana
produksi yang bisa mendukung kegiatan tersebut. Mulai dari persiapan ruang
gudang penyimpanan bahan baku, ruang produksi baglog, ruang inokulasi dan
inkubasi, dan alat sterilisasi baglog yang harganya relatif cukup mahal. Bagi
pengusaha pemula yang baru ingin mencoba-coba menggeluti budidaya jamur dengan
modal yang terbatas tentunya hal ini menjadi momok untuk mulai melangkah lebih
jauh karena pertimbangan akan peluang keberhasilan usaha dengan modal besar
yang telah diinvestasikan. Namun jangan berkecil hati meskipun kita tidak
memiliki fasilitas kerja dan tenaga kerja yang memadai, karena kita tetap bisa
melakukan budidaya jamur tiram dengan sistem beli baglog saja. Dengan sistem
ini, kita hanya membutuhkan fasilitas kumbung (rumah jamur) dengan rak-raknya
saja. Selain itu, aktivitas perawatan baglog seperti penyiraman baglog dan
kegiatan panen bisa dilakukan seorang diri untuk skala kecil hingga sedang.
Melalui sistem beli baglog, maka kita bisa memangkas biaya investasi alat yang
nilainya cukup besar.
Baglog yang dibeli merupakan baglog
yang sudah disterilisasi dan diinokulasi dengan bibit jamur tiram tentunya .
Umumnya baglog yang dijual adalah baglog yang sudah seratus persen (100% )
ditumbuhi miselia jamur tiram namun ada pula yang menjual baglog pada beberapa
tingkat pertumbuhan (50%, 70%,80%,90%, dsb). Untuk baglog dengan pertumbuhan
miselia belum mencapai 100% biasanya dijual dengan harga lebih murah tergantung
tingkat pertumbuhannya. Hal ini berkaitan dengan waktu tunggu panen yang lebih
lama hingga resiko kontaminasi baglog yang lebih besar. Variasi harga baglog
jamur di Pontianak berkisar antara 6.000 hingga 7.000 (ambil di tempat).
Berdasarkan pengalaman yang saya
lakukan, 1 baglog berukuran 1 kg media (Lihat artikel Komposisi media) secara
ekonomis mampu menghasilkan sekitar 250 g
hingga 300 g jamur tiram segar. Jumlah tersebut merupakan akumulasi
hasil panen baglog yang sama selama 1 bulan periode produksi produktif. Satu
baglog dapat dipanen hingga 4 sampai 5 kali dengan jarak kira-kira 7-10 hari.
Setelah itu, produksi jamur tiram dari baglog tersebut kurang bernilai ekonomis
karena memiliki bobot yang relatif jauh lebih kecil dari panen pertama dan
rentang waktu yang semakin panjang hingga akhirnya baglog tersebut tidak dapat
berproduksi lagi / afkir.
Oleh
karena itu, kita harus jeli untuk melihat peluang ini. Pastikan kita memahami
betul segala resiko dan peluang yang kita ambil dari konsep ini untuk bisa
sukses melakukan budidaya jamur tiram. Dan pada akhirnya jika kita yakin untuk
menggeluti bidang ini secara lebih serius, maka kita juga harus mulai
memikirkan untuk mempersiapkan sarana dan prasarana kerja secara memadai
terutama kemampuan untuk memproduksi baglog sendiri sebagai ujung tombak keberhasilan
usaha budidaya jamur [dilo].