Rabu, 31 Agustus 2011

PENGARUH LAMA FERMENTASI BAHAN BAKU NATA DE COCO TERHADAP KEMAMPUAN SINTESIS SELULOSA OLEH Acetobacter xylinum

PENGARUH LAMA FERMENTASI BAHAN BAKU NATA DE COCO TERHADAP KEMAMPUAN SINTESIS SELULOSA OLEH Acetobacter xylinum

Odilo Tarigasa*, Ahmadi, Itri Sapara, Zakiyatulyaqin

Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak

ABSTRACT

The uncontrolled production of nata de coco making’s waste massively during the last decade in Philippine have ever caused ecological problem. In preventing that problem happen for another time, the solution to minimize the production of nata media liquid waste is needed. It can be applied to the countries which are improving nata’s industries. The purpose of this research is to solve the problem of nata de coco and ecology problem, so that it can reduce the production of nata de coco’s liquid waste till almost zero persen. The little the waste is produced, the more optimal the production of nata de coco. It is because all of the solution of nata media become sellulose perfectly. The experiment has been done for 2 months (Januari-Februari 2009) in theLaboratorium of Pest and disase of Agriculture faculty at Tanjungpura University.

Kind of design experimental that applied to this research is Complete Random Design with 4 stage of treatmeant (A0, A1, A2, A3) and three repetition. The parameter of observation includes remainder of unfermentating nata’s media, thickness and weight of nata. Data analysis do by regretion-corelation analysis system. The result according average value of remainder unfermentating nata media volume A0=275 ml, A1=237,5 ml, A2=180 ml, A3=150 ml; according average value of nata thickness A0=1,8 cm, A1=0,93 cm, A2=1,09 cm, A3=1,43 cm; according nata weightness A0=966,67 gram, A1=575,00 gram, A2=598,33 gram, A3=1.006,67 gram. Based the result above, we can conclude that periode of nata’s raw material fermentation was effected the sellulose synthesis capability by A. xylinum. A0 treatment (control/ without raw material fermentation) gived the best result quantity. But, from economicaly aspects, A3 treatment is more effective to reduce liquid waste of nata de coco production.

Keywords: liquid waste of nata, fermentation, optimizing

ABSTRAK

Kata kunci: limbah Nata, fermentasi, optimal

PENDAHULUAN

Nata de Coco merupakan produk pangan bioteknologi berbahan baku air kelapa yang difermentasikan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Produk ini pertama kali diproduksi di Filipina. Sejak ditemukan metode produksinya, nata de coco menjadi salah satu minuman yang sangat digemari sebagai desert dan minuman saat melakukan program diet. Hal ini disebabkan oleh kandungan serat (selulosa) yang tinggi, vitamin-vitamin serta asam-asam amino yang baik bagi tubuh (2,4,8,12,14,18).

Pada awal masa kepopulerannya di tahun 1993, nata de coco sempat menjadi salah satu komoditas ekspor yang utama di negara Filipina (2). Oleh karena itu, banyak industri dari skala rumah tangga hingga besar dibuat untuk memenuhi permintaan produk nata tersebut. Seiring waktu, sisi negatif dari produksi nata de coco mulai terlihat di sekitar lokasi pembuangan limbah nata. Pada daerah tersebut mengalami degradasi lahan karena terjadinya peningkatan kadar keasaman tanah yang cukup drastis serta menimbulkan penyakit dermatitis pada penduduk (2,7). Hal ini disebabkan oleh adanya kandungan asam asetat glassial yang bersifat asam pada sisa larutan nata yang tidak sempat atau tidak mampu membentuk lapisan nata (13) Kecenderungan ini dapat saja terjadi di Indonesia karena industri nata de coco berkembang pesat di negara ini.

Pada dasarnya, produksi limbah air kelapa yang cukup besar di negara-negara penghasil kelapa seperti Indonesia dapat menjadi sesuatu yang menguntungkan jika ditangani secara khusus. Kandungan nutrisi yang tinggi serta hormon tumbuh yang terdapat di dalam air kelapa dapat dimanfaatkan untuk menjadi pupuk cair hingga produk nata (1,10). Sedangkan limbah air kelapa yang dibuang pada suatu lokasi secara terus menerus dalam jumlah besar akan dapat berdampak pada penurunan kesuburan lahan (3). Dengan kata lain, potensi untuk menjadi polutan yang meningkatkan kadar keasaman tanah telah ada sejak pembuangan limbah air kelapa secara terus menerus ke tanah maupun bagi limbah cair produksi nata de coco. Meskipun sama-sama berpotensi menghasilkan limbah/polutan, namun pemanfaatan limbah air kelapa menjadi nata de coco diharapkan dapat menekan jumlah limbah yang dibuang yang dapat merugikan lingkungan.

Melihat permasalahan-permasalahan yang timbul terutama dari segi produksi nata de coco dan lingkungan hidup, maka perlunya gagasan dan penelitian untuk dapat menekan produksi limbah cair nata de coco hingga mendekati angka nol persen. Semakin sedikit limbah yang dihasilkan (zero waste), produksi nata menjadi optimal karena seluruh larutan media nata dapat menjadi selulosa secara utuh.

Beberapa tahun terakhir, produk-produk bioteknologi mulai dikembangkan secara lebih intensif untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masyarakat terutama untuk mengatasi ancaman rawan pangan di seluruh dunia. Dalam rangka itulah, secara sinergis perlu dilakukan antisipasi maupun tindakan preventif dari perkembangan-perkembangan tersebut. Penelitian mengenai bakteri penghasil selulosa sudah cukup banyak dilakukan, akan tetapi penelitian mengenai produksi serta limbah nata masih sangat terbatas.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang timbul terutama dari segi produksi nata de coco dan lingkungan hidup, maka perlunya penelitian ini untuk dapat menekan produksi limbah cair nata de coco hingga mendekati angka nol persen. Semakin sedikit limbah yang dihasilkan (zero waste), produksi nata menjadi optimal karena seluruh larutan media nata dapat menjadi selulosa secara utuh (16).

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilaksanakan di laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura Pontianak selama 2 bulan (Januari- Februari 2009). Percobaan dirancang menggunakan RAL dengan 4 taraf perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diberikan bertujuan untuk melihat pengaruh lama fermentasi air kelapa sebagai bahan baku pembuatan nata de coco. Taraf perlakuan I adalah fermentasi air kelapa selama 0 jam, taraf perlakuan II adalah fermentasi air kelapa selama 24 jam, taraf perlakuan III adalah fermentasi air kelapa selama 48 jam, taraf perlakuan IV adalah fermentasi air kelapa selama 72 jam. Bahan-bahan yang digunakan adalah air kelapa tua yang diambil bersamaan pada waktu dan tempat yang sama, 80 gram gula pasir per liter media, 5 gram urea per liter media, 35 ml asam asetat 5% per liter media, starter nata 100ml/liter media, kertas pH, kapas, karet, dan kertas koran.

Cara pengerjaannya dimulai dengan menyaring air kelapa sebagai bahan baku pembuatan nata de coco agar terbebas dari kotoran dengan kapas. Kemudian air kelapa tersebut ditakar sebanyak 1100 ml untuk setiap perlakuan. Dari 1100 ml air kelapa tersebut, 1000 ml-nya dididihkan bersama gula pasir dan asam asetat. Sedangkan 100 ml lainnya didihkan bersama urea. Setelah keduanya mendidih lalu didiamkan selama beberapa saat untuk menurunkan suhunya. Setelah suhunya sekitar 70C, kedua larutan dicampur menjadi satu lalu diukur pH. pH media yang diinginkan adalah 4. Setelah itu, media dituangkan ke bak-bak plastik yang dibuatkan tutup dari koran. Kemudian ketika suhu media mencapai 30C, media diinokulasi dengan starter nata de coco. Setelah itu, media nata yang sudah diinokulasi diinkubasikan di tempat gelap selama 14 hari.

Parameter Pengamatan meliputi sisa larutan media nata yang tidak terfermentasi, ketebalan nata serta berat nata. Analisis data dilakukan dengan analisis regresi-korelasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Acetobacter xylinum diketahui sebagai bakteri pembentuk selulosa paling efisien karena memiliki struktur yang unik dan memiliki pontensi yang sangat besar untuk diaplikasikan dalam kehidupan (11). Ada 3 tipe strain A. xylinum yaitu: tipe I: wild-type, cellulose-producing (Cel+) cells; tipe II: cellulose-nonproducing forms (Cel-) capable of reverting through passages; tipe III: non-reverting cellulose-non producing forms (Cel-). Morfologi koloni antara Cel+ dan Cel- berbeda. Bakteri pembantuk selulosa yang efisien adalah gram negative (Cel-) Acetobacter xylinum. Yang sering menjadi permasalahan di dalam penggunaan bakteri ini dalam industri commersial seperti pada pembuatan nata adalah strain A. xylinum dapat bermutasi secara spontan menjadi tidak produktif dalam membentuk selulosa atau nata (11,17).

Asam asetat digunakan dalam proses pembuatan nata de coco, jika pembentukan selulosa terhambat akan menghasilkan limbah cair yang bersifat masam. Limbah cair tersebut dapat sangat mencemari lingkungan terutama karena kandungan asam asetat pada limbah tersebut yang dapat meningkatkan kemasaman tanah dan membuatnya menjadi tidak subur. Sebenarnya sangat memungkinkan untuk menekan produksi limbah cair media nata hingga mendekati angka nol jika proses fermentasi berlangsung secara sempurna. Oleh karena itu, yang perlu diperhatikan dan diupayakan dalam mencari solusi dari permasalahan yang ada mengenai limbah cair nata adalah mengkondisikan media dan inokulum nata de coco seoptimal mungkin agar proses metabolisme bakteri pembentuk selulosa A. xylinum dapat berjalan sempurna.

Sisa Larutan Nata

Tabel 1. Sisa larutan nata yang tidak dapat difermentasi

Perlakuan

ulangan ke- (ml)

Rata-Rata (ml)

1

2

3

A0

300

300

225

275

A1

87.5

300

325

237,5

A2

100

250

190

180

A3

200

160

90

150

Secara berturut-turut perlakuan yang menghasilkan sisa larutan media yang tidak terfermentasi mulai dari yang bervolume rata-rata terkecil hingga yang terbesar adalah A3=150 ml; A2=180 ml; A1=237,5 ml; dan A0=275 ml (Tabel 1 dan Gambar 1). Meskipun melalui perhitungan percobaan RAL pengaruh lama fermentasi bahan baku nata terhadap sisa larutan media tidak terfermentasi berbeda tidak nyata, namun secara kuantitatif hal ini sangat berpengaruh terhadap produksi limbah media nata. Dibandingkan dengan A0, perlakuan A1 dapat menekan produksi limbah cair nata hingga mencapai 56%.

Ketebalan Nata

Tabel 2. Ketebalan Nata

Perlakuan

ulangan ke- (cm)

1

2

3

A0

2.15

1.300

1.575

A1

1.325

0.675

0.8

A2

1.4

0.775

0.8

A3

1.4

1.3

1.6

Berdasarkan pola ketebalan nata yang ditunjukkan pada Tabel 2. dan Gambar 2, terlihat adanya pengaruh lama fermentasi bahan baku nata de coco terhadap tebal nata yang dihasilkan. Tebal nata yang dihasilkan menurut perlakuan yang diberikan berturut-turut adalah sebagai berikut : A0 = 1,8 cm; A1 = 0,93 cm; A2 = 1,09 cm; dan A3 = 1,43 cm (Tabel 2). Hasil rata-rata ketebalan terbaik ditunjukkan oleh perlakuan A0 dan A3. Sedangkan perlakuan yang menghasilkan tebal nata yang paling rendah adalah perlakukan A1. Menurut perhitungan secara rancangan acak lengkap, perlakuan yang diberikan terhadap ketebalan nata tidak berbeda nyata.

Ketebalan dan berat nata yang dihasilkan sebenarnya tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh berapa lama masa fermentasi bahan baku nata itu sendiri namun juga dipengaruhi oleh strain bakteri yang berperan di dalam fermentasi nata tersebut yaitu A. Xylinum (5,6,9). Strain bakteri Acetobacter xylinum Cel+ kurang aktif dalam membentuk selulosa di mana pertama kali ditemukan pada tahun 1954 (15).

Berat Nata

Tabel 3. Berat Nata

Perlakuan

ulangan ke- (gram)

1

2

3

A0

1000

1000

900

A1

800

450

475

A2

770

500

525

A3

900

1000

1120

Respon media nata yang difermentasi oleh A. xylinum terhadap perlakuan yang diberikan ditinjau dari berat nata yang dihasilkan berturut-turut adalah sebagai berikut A0 =966,67 gram; A1 = 575,00 gram; A2=598,33 gram; dan A3=1.006,67 gram (Tabel 3). Perlakuan yang memberikan respon berat nata terbaik adalah perlakuan A3 seberat 1006,67 gram. Perhitungan menggunakan RAL menunjukkan bahwa di antara perlakuan yang diberikan dengan berat nata berbeda tidak nyata.

Dari hasil perhitungan menurut rancangan percobaan secara RAL terhadap respon antara perlakuan yang diberikan dengan ketebalan dan berat nata yang dihasilkan, diketahui bahwa terdapat perbedaan yang tidak nyata. Meskipun secara perhitungan menurut RAL berbeda tidak nyata, namun pada kenyataannya selisih angka yang relatif kecil diantara setiap perlakuan memberikan pengaruh yang cukup berarti untuk kegiatan produksi dan nilai ekonomisnya.

Di dalam mencari solusi alternatif untuk menangani dampak pencemaran lingkungan oleh limbah nata, diperlukan juga pemikiran mengenai sisi kualitatif dan ekonomis dari produk nata yang dihasilkan. Dari sisi ekologis, limbah dari pabrik pembuatan nata de coco yang dibuang dapat diminimalisir. Dari sisi kualitatif, produk nata yang dihasilkan tetap memenuhi standar permintaan pasar. Selain itu, dari sisi ekonomis, berat nata yang dihasilkan lebih optimal.

Secara kuantitatif, perlakuan terbaik di dalam menghasilkan nata dengan tebal dan berat nata yang maksimal adalah A0 (kontrol/tanpa fermentasi bahan baku). Sedangkan untuk perlakuan yang hasilnya mendekati hasil perlakuan A0 adalah A3 (fermentasi bahan baku selama 72 jam). Jika diimplementasikan untuk kegiatan industri dengan kapasitas bahan baku berupa air kelapa dalam jumlah yang sangat besar, perlakuan A0 (kontrol) sangat sulit untuk diupayakan secara optimal karena di dalam distribusi bahan bakunya memerlukan rentang waktu yang relatif cukup lama tergantung metode dan kapasitas angkutnya sehingga kemungkinan besar air kelapa yang sampai ke pabrik telah mengalami fermentasi terlebih dahulu. Namun sangat memungkinkan untuk diterapkannya perlakuan A3 (fermentasi bahan baku selama 72 jam) dalam usaha nata skala industri menengah-besar, sebab rentang waktu fermentasi air kelapa yang ditolerir untuk dapat menghasilkan nata seoptimal mungkin, dapat tercapai meskipun sedikit rendah hasilnya dibandingkan dengan perlakuan A0. Hal ini berhubungan dengan efisiensi, efektifitas, dan segi ekonomisnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, diketahui bahwa lama masa fermentasi bahan baku nata de coco dapat mempengaruhi kuantitas produksi limbah cair media nata. Meskipun dalam skala percobaan/laboratorium, perlakuan yang terbaik ditunjukkan oleh perlakuan A0 (kontrol/tanpa fermentasi air kelapa) namun dalam skala industri, perlakuan A3 (fermentasi bahan baku selama 72 jam) merupakan perlakuan paling optimal dalam menghasilkan nata dan paling sedikit menghasilkan limbah cair.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu baik pada saat persiapan, pelaksanaan hingga penulisan hasil penelitian ini terutama kepada Dosen Pembimbing Dr. Zakiyatulyaqin, M.Si yang senantiasa memberikan motivasi dan masukkan yang sangat berarti, Hj. Anisanti Widyaningsih, M.Si yang selalu memberikan saran yang membangun serta teman-teman yang telah memberikan dukungan moril serta tenaga dan waktunya untuk ikut mensukseskan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

(1) Anonim 1. 2010.Nata De Coco. http://en.wikipedia.org/wiki/Nata_de_coco. diakses tanggal 22 Januari 2010

(2) Anonim 2. 1999. Bakteri Selulosa. http://www1.american.edu/projects/mandala/TED/hp1.htm. diakses tanggal 22 Januari 2010

(3) Anonim 3. 2008. Nata De Coco dan faktor lingkungan. http://permimalang.wordpress.com/2008/12/21/nata-decoco-dan-faktor-lingkungan/. diakses tanggal 22 Januari 2010

(4) Anonim 4. Production of Biocellulose. http://www.res.titech.ac.jp/%7Ejunkan/english/index.html. diakses tanggal 22 Januari 2010

(5) Bielecki S, Krystynowics A, Turkiewicz M, Kalinowska H .2005. Bacterial cellulose. In Biotechnology of Biopolymers, Steinbuchel A, Doi Y, eds, Vol.1, 381-434pp

(6) Brown RM Jr. 2003. Cellulose structure and biosynthesis. Journal of Polymer Science. Vol. 42 Issue 3: 487 – 495pp

(7) Brown, R. Malcolm.Microbial cellulose: A New Resource of Wood, Paper, Textiles,Food and Specialty Products. diakses tanggal 22 Januari 2010http://www.botany.utexas.edu/facstaff/facpages/mbrown/. diakses tanggal 22 Januari 2010

(8) Chen, Kuan. Jeff M Catchmark. Ali Demirci. 2009. Enhanced production of bacterial cellulose by using a biofilm reactor and its material property analysis. Journal of Biological Engineering 3: 12pp

(9) Greathouse, G. A., H.G. Shirk, and F.W. Minor. 1954. Cellulose production by Acetobacter xylnum from unlabelled glucose and C14 acetate and C14-ethanol.J. Am. Chem. Soc. 76: 5157-5158pp

(10) Gromet, Z., M. Schramm, and S. Hestrin. 1957. Synthesis of Cellulose by Acetobacter xylinum 4 enzyme systems present in a crude extract of glucose grorwn cells. Biochem J. 67: 679-689pp

(11) Krystynowicz A, M. Koziolkiewiccz, A. Wiktorowska-Jezierska, S. Bielecki, E. Klemenska, A. Marsny, A.Plucienniczak. 2005. Molecular Basis of Cellulose biosynthesis disapperearance in submerged culture of Acetobacter xylinum. Vol. 52 No.3: 691-698pp

(12) Lynd LR, Weimer PJ, van Zyl WH, Pretorius IS.2002. Microbial cellulose utilization: fundamentals and biotechnology. Microbiol Mol Biol, 66(3): 506-77pp

(13) Rao, M.R.R., and J.L. Stokes. 1953. Nutrion of the acetic acid bacteria. J. Bacteriol 65: 405-412pp

(14) Ross P, Mayer R, Benziman M . 1991. Cellulose Biosynthesis and Function in Bacteria. Mikrobiol Rev 55: 35-58pp

(15) Schramm M, Hestrin S. 1954. Factors affecting production of sellulose at the air/liquid interface of a culture of Aceobacer xylinum. J Gen Mikrobiol 11: 123-129pp

(16) Son HJ, Heo MS, Kim YG, Lee SJ. 2001. Optimization of fermentation conditions for the production of bacterial cellulose by a newly isolated Acetobacter sp. A9 in shaking cultures. Biotechnol Appl Biochem 33:1-5pp

(17) Tosic J., and J.K. Walker. 1946. A Procedure for the characterization of the acetic acid bacteria part. II. J. Soc. Chem Ind 65: 180-184pp

(18) Toyosaki H, Naritomi T, Seto A, Matsuoka M, Tsuchida T, Yoshinaga F.1995. Screen of bacterial cellulose-producing Acetobacter strains suitable for agitated culture. Biosci Biotechnol Biochem Vol. 59:1498-1502pp